Profesi Dokter Perlu Mendapatkan Perlindungan Hukum
Selasa, 16 September 2014 20:02 WIB
Jakarta (Antara News) - Profesi dokter dalam menangani pasien di Indonesia kelihatannya semakin menghadapi dilema. Disatu sisi harus mengambil tindakan medis secara cepat, tepat dan penuh hati-hati. Namun sisi lain, jika ada masalah mereka akan disalahkan, ada anggapan sehat dan matinya pasien berada ditangan dokter.
Persepsi itu membuat kalangan medis enggan melaksanakan tindakan medis secara cepat, akurat karena hukum di Indonesia belum melindungi mereka secara adil dan bermanfaat, kata Ketua Lembaga Studi Hukum (KLSH) Jakarta Dr. Laksanto Utomo dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa.
Oleh karena itu, perlunya dokter dan lawyer duduk bersama untuk membahas masalah itu fakta memperlihatkan putusan hukum yang paradoks, dimana kasusnya sama, tetapi putusannya dapat berbeda-beda.
Jumpa pers tersebut dihadiri anggota majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, Dr. dr. Dini Iswandari, Advokat bidang kedokteran, M. Luthfie Hakim, SH MH, Lenny Nadriana, dan pengacara senior Risma Situmorang.
Dalam kaitan itu Laksanto memberikan contoh putusan paradoks pada kasus dokter Ayu dan dr. Bambang Suprapto dalam kasus yang mirip sama, namun putusan ditingkat MA dapat berbeda.
Mahkamah Agung (MA) memutusnya putusan 1 tahun 6 bulan dalam perkara mal praktik dr. Bambang, atas meninggalnya Johanes Tri Handoko di Malang Jawa Timur.
Keputusan MA itu, kata M. Lutfie, bertentangan dengan hasil risalah sidang perkara nomor 4/PUU-V/2007 perihal pengujian Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran terhadap UUD 1945 tertanggal 19Juni 2007 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Putusan dr. Bambang itu, katanya, dinilai janggal karena pada Pasal 76 dan Pasal 79 yang menjadi dasar untuk menjerat secara hukum sudah dianulir hakim Konstitusi pada 19 Juni 2007, oleh karenanya, tampak aneh jika suatu pasal untuk menjerat seseorang yang sudah dibatalkan oleh lembaga berwenang. Seharusnya, hanya dapat diputus denda sesuai pasal 76 Rp 100 juta dan sesuai pasal 79 denda Rp50 juta sesuai Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedoteran. Tetapi faktanya, ia harus menjalani pidana kurungan.
Dipihak lain, kasus dokter Ayu dan kawan-kawan yang di tingkat awal (PN) dinilai mal praktik, atas meninggalnya pasien yang mereka tangani, Julia Fransiska Maketey, di Rumah Sakit R.D. Kandou Malalayang, Manado, Sulut, 10 April 2010. DI PN dr Ayu, dinyatakan tidak bersalah. Namun, di tingkat kasasi di Mahkamah Agung dibawah Majelis Kasasi sebagai Ketua Majelis Artidjo Alkostar , dr Ayu dkk divonis 10 bulan penjara. Sebagaimana diketahui, hasil PK yang diajukan untuk kasus dr Ayu dan kawan-kawan diterima MA dan putusan PK bernomor 79 PK/PID/2013 memutus bebas.
Putusan hukum yang saling paradoks itulah membuat tidak adanya kepastian hukum untuk para dokter dan lawyer. "ini menjadi drama dalam penegakan hukum dibidang medis," kata Lutfie.
Dalam kaitan ini, Laksanto, yang juga dekan FH Universitas Sahid Jakarta, akan menyelengarakan seminar/workshop yang melibatkan banyak stakeholder, para pemangku kepentingan, para dokter, lawyer, pemilik rumah sakit dan masyarakat umum.
Workshop ini akan mengundang hakim Komisi Yudisial (KY), Dr. Taufikurahman Sahuri, untuk melihat putusan yang kontra-produktif itu. Apakah perlu KY menjemput bola atau menunggu adanya laporan dari masyarat. Intinya, putusan hukum yang tidak pasti terhadap kasus malpraktik akan menakutkan bagi siapa saja, khususnya para dokter.
Dr. dr. Dini Iswandari menambahkan, pihaknya tidak akan membabi buta membela dokter yang salah. Jika dokter salah pihaknya juga berkewajiban untuk mencabut ijin praktik, atau merekomendasikan ke Ikatan Dokter Indonesia di bidang dewan etik.
MKDKI lahir tujuanya untuk membela para pasien, karena itu para dokter dan dokter gigi harus melaksanakan standar operasi dalam menjalankan tugasnya.
Ia juga setuju jika seminar nanti dapat "membuka mata" para lawyer dan dokter untuk meletakkan landasan hukum jika seorang dokter diduga melakukan mal praktik.
"Apakah pihak berwajib langsung dapat memproses atau menunggu hasil dari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia," katanya.